MakalahPhrenology dan Kebiasaan Berbohong

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Psikologi kepribadian merupakan pengetahuan ilmiah. Sebagai pengetahuan ilmiah, psikologi kepribadian menggunakan konsep-konsep dan metoda-metoda yang terbuka bagi pengujian empiris. Penggunaan konsep-konsep dan metoda-metoda ilmiah dimaksudkan agar psikologi kepribadian bisa mencapai sasarannya, yaitu : pertama, memperoleh informasi mengenai tingkah laku manusia dan kedua, mendorong individu individu agar bisa hidup secara penuh dan memuaskan.
Usaha untuk memperoleh pemahaman mengenai perilaku manusia bukan hanya dimaksudkan untuk melampiaskan hasrat ingin tahu saja tetapi juga diharapkan bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup manusia. Pengetahuan mengenai perilaku individu-individu beserta faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku tersebut hendaknya dapat dimanfaatkan dalam kegiatan terapan atau praktik seperti psikoterapi dan program program bimbingan, latihan dan belajar yang efektif, juga melalui perubahan


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud dengan phrenology?
2.      Apa pengertian berbohong dan penyebabnya menjadi kebiasaan?


C.    Tujuan
1.      Mengetahui tentang phrenology.
2.      Mengetahui tentang arti berbohong dan penyebabnya menjadi kebiasaan.




BAB II
PEMBAHASAN



A.    Phrenology

Frenologi (Phrenology), adalah analisis karakter kepribadian orang berdasarkan bentuk kepalanya. Pelopornya, dr Franz Joseph Gall (dokter umum), pada 1796, di Austria.
Gall berpendapat, berpikir sangat berpengaruh terhadap bentuk otak, yang kemudian mempengaruhi bentuk tengkorak berupa  tonjolan maupun ketidakteraturan pada permukaan kepala.Karena pertumbuhan otak setiap orang tidak sama maka bentuk kepala pun beda-beda. Oleh karenanya karakter setiap individu dapat dengan mudah dievaluasi dengan mengamati ketidakteraturan permukaan kepala. Bentuk kepala menunjukkan jenis otak di dalamnya. Karena pembentukan otak adalah proses yang seirama dengan pertumbuhan manusia, maka Gall yakin bentuk otak bisa 'diupayakan' sejauh orangnya masih dalam masa pertumbuhan.
Orang yang masih muda dapat dibentuk melalui pendidkan dan jenis kegiatan khusus.
Diketahui, bahwa rata-rata lingkar kepala perempuan berkisar 48 cm - 56 cm, laki-laki 49,5 cm-57cm.

Dalam 'membaca' kepala, seorang ahli frenologi akan memperhatikan bentuk keseluruhan kepala, yaitu:
1)      Kepala bulat: diangap mengindikasikan sifat dasar yang kuat, percaya diri,
      berani namun kadang-kadang resah.
2)      Kepala segi-empat : mewakili sifat dasar yang teguh, dapat diandalkan,
      berpikir  mendalam dan mempunyai tujuan.
3)      Kepala lebar: mengisyaratkan karakter energetik dan ramah.
4)      Kepala lebih sempit: memperlihatkan sifat dasar suka menarik diri dan melihat  ke dalam diri, tidak berorientasi keluar.
5)      Kepala bulat-telur: adalah bentuk umumnya kepala para cendekiawan.

* Menurut Gall, ada hubungan yang erat antara sifat psikopat penjahat dengan kecacatan fisik atau bawaan. Di antara ketidaknormalan itu adalah, berbagai ukuran batok kepala yang tidak umum dan tulang-tulang wajah yang tidak simetris.

Menurut pemahaman Tiongkok Kuno:
(1)   kepala bulat:  biasanya orangnya suka mengatur,
(2)   kepala kecil: kecil akal sehingga jauh dari keberuntungan,
(3)   kepala lebar dan panjang: orangnya kurang beruntung,
(4) kepala datar penuh dengan rambut: orangnya cerdas, humoris serta berkualitas.

Khusus perempuan:
(a) kepala kecil: tingkah lakunya halus, tidak suka di bawah pengaruh orang lain, hatinya keras dan tidak gampang dibuat lembek. Kalau bekerja jarang bisa sampai akhir dan gampang ambil keputusan atau sembrono/ceroboh,
    (b) kepala sedikti tinggi: peruntungannya baik, hati selalu tabah dalam keadaan apa pun
                                       dan bisa menjadi orang yang sentosa.

Bangsa Barat: tanda keberuntungan bisa dilihat dari bentuk kepala yang lurus. Begitu pula bila bagian depan kepala melengkung. Sebaliknya, bentuk panjang dan bulat pertanda keragu-raguan dan kekurang-beruntungan.

Bangsa Arab:
(1)   kepala besar, merupakan tanda keberuntungan karena dia bukan pelupa. Malah akan   
selalu mengingat apa yang dikerjakan,
(2) kepala kecil, budinya sangat tipis dan pendiam,
(3) kepala sedang, sangat dipuji karena budinya cukup dan berhati mulia.[1]



B.     Kebiasaan Berbohong
      bohong artinya mengatakan sesuatu yang tidak ada dasar realitasnya. Misalnya saja mengatakan ada badai di laut padahal tidak ada, mengatakan turut berduka padahal tidak berduka, mengatakan memiliki pacar padahal tidak punya, atau menyatakan orang miskin di Indonesia hanya 15% padahal 50%. Kebohongan juga bisa diartikan sebaliknya, yakni mengatakan sesuatu yang tidak ada padahal ada dalam realitasnya. Misalnya saja mengatakan tidak memiliki uang padahal punya, mengatakan tidak cemburu padahal cemburu, mengatakan tidak apa-apa padahal apa-apa. Cukup biasa terjadi mengatakan baik-baik saja padahal merintih perih karena tangan tergores pisau. Biasa juga seorang cowok yang membonceng pacarnya naik sepeda onthel mengatakan tidak capek meskipun nafas sudah hampir putus dibuatnya.[2]
Ada beberapa tipe berbohong yang diungkapkan oleh Anggia Chrisanti Wiranto, konselor dan terapis EFT (emotional freedom technique) di biro psikologi Westaria.
Beberapa tipe berbohong :
1.      Berbohong dengan mengatakan yang tidak sesungguhnya (menutupi semuanya)
2.      Berbohong dengan mengatakan dengan tidak sepenuhnya (menutupi sebagian)
3.      Berbohong dengan melakukan yang tidak seharusnya (melanggar komitmen)
4.      Berbohong dengan melakukan yang tidak sepenuhnya (menjalankan komitmen tanpa (keikhlasan)
5.      Berbohong dengan melakukan yang tidak sepatutnya (melanggar norma dan hukum).
Tindakan nyata berbohong dalam lingkungan kerja dapat berupa berupa korupsi. Tidak hanya uang, tapi juga termasuk korupsi waktu. Seperti pulang kerja sebelum waktunya dan makan siang yang terlalu lama. Sedangkan dalam hal hubungan, kebohongan bisa berupa perselingkuhan atau kebersamaan tanpa hati yang tulus.
Menurut Anggia, ada hal yang mendasari mengapa kebohongan besar diawali dari kebohongan kecil yang kemudian berbohong menjadi kebiasaan. Berawal dari manusia tahu persis akan aturan-aturan yang mengena pada dirinya, seperti aturan agama, hukum negara dan norma masyarakat. Minimal, tahu (ketiganya) itu. Lalu, manusia memiliki hati nurani. Maka pasti, setiap seseorang memulai kebohongan kecil, sebelum aturan agama, hukum, dan norma dilanggar, manusia sesungguhnya sudah melanggar hati nuraninya sendiri. Jadi, jika setiap orang dalam kehidupan ini senantiasa mengikuti kata hati nurani, tidak akan ada kebohongan yang berulang.
Lihatlah disekeliling kita. Kebiasaan berbohong ini justru datang dari orang-orang terdekat dengan dalih berbohong demi kebaikan. Saat anak mulai sekolah kita pun tanpa sadar mengajarkannya berbohong. Contohnya : “Nanti kalau guru tanya, ‘bilang saja’ hari ini terlambat karena macet, supaya kamu tidak kena marah. ‘Bilang saja’ semalam kamu tidak enak badan, makanya belum mengerjakan PR.
Terkadang, kebiasaan menggunakan kata atau kalimat yang ditutupi sepenuhnya atau sebagiannya dengan tujuan membungkus sebuah kenyataan atau kebenaran agar bisa diterima dengan baik, dengan kata lain berbohong, menjadi keharusan yang menjunjung kebaikan, bukan kebenaran. “Daripada menyakiti”.
Sedikit demi sedikit dan menjadi bukit, kebohongan kecil terjadi berulang-ulang karena adanya kelonggaran berubah menjadi kebohongan yang besar lalu berbohong menjadi kebiasaan.
“Satu kali berbohong, seseorang akan melakukan kebohongan lain untuk menutupinya. Hati nurani diabaikan, sehingga lama-kelamaan mati rasa dan tidak berfungsi,”.




Alasan Bohong
Ada beberapa alasan orang berbohong. Seringkali hal tersebut disebabkan rasa takut. Ini yang merupakan alasan paling sering mengapa orang bisa berbohong. Kebohongan biasanya disebabkan karena orang tersebut ingin menghindarkan diri dari suatu hukuman. Contohnya seorang anak yang mengatakan kepada orang tuanya bahwa nilainya di ujian baik padahal ternyata tidak lulus. Anak melakukan ini karena dia takut mendapatkan hukuman dari orang tua terkait nilainya yang buruk.
Kondisi kebohongan karena takut seperti ini bisa mereka sadari sebagai sesuatu yang tidak baik tetapi dia terpaksa melakukannya. Lebih baik lagi jika kondisi ini mengarah kepada perbaikan diri. Artinya, si anak kemudian sadar telah berbohong dan ingin agar dia tidak berbohong lagi maka harus belajar yang lebih baik lagi.
Tetapi, ada kalanya hal ini tidak terjadi dan si orang tersebut malah akan menutupi kebohongan yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini timbul apa yang disebut sebagai kebiasaan berbohong. Kondisi berbohong yang tipe kedua ini sering kali bersifat kompulsif artinya bahkan kadang dilakukan secara otomatis tanpa berpikir lagi.
Bahkan, ketika dihadapkan pada kenyataan dan kebenaran yang menentang kebohongannya, orang tersebut tetap bersikeras dengan kebohongannya. Hal ini bisa disebabkan karena si orang ini sudah sangat terbiasa berbohong sehingga tidak sulit baginya untuk meneruskan kebiasaan itu bahkan sudah berlangsung secara di bawah sadar dan otomatis.
Kondisi ketiga yang membuat orang berbohong adalah melalui model perilaku. Ketika orang melihat orang lain berbohong, terutama ketika mereka melihat orang yang berbohong ternyata mampu mengelabui orang lain maka dia akan mudah meniru perilaku itu. Seringkali kebohongan juga disebabkan karena ketika mereka berbohong maka mereka mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam artian bagi sebagian orang, kebenaran ternyata tidak menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Jadi, lebih baik berbohong. [3]

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
·         Frenologi (Phrenology), adalah analisis karakter kepribadian orang berdasarkan bentuk kepalanya. Pelopornya, dr Franz Joseph Gall (dokter umum), pada 1796, di Austria.
Gall berpendapat, berpikir sangat berpengaruh terhadap bentuk otak, yang kemudian mempengaruhi bentuk tengkorak berupa  tonjolan maupun ketidakteraturan pada permukaan kepala.
·         bohong artinya mengatakan sesuatu yang tidak ada dasar realitasnya.
·         Sedikit demi sedikit kebohongan yang dilakukan dan lama-lama menjadi bukit, kebohongan kecil terjadi berulang-ulang karena adanya kelonggaran berubah menjadi kebohongan yang besar lalu berbohong menjadi kebiasaan.












DAFTAR PUSTAKA



Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "MakalahPhrenology dan Kebiasaan Berbohong"

Post a Comment

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan.